Keliling Dunia 10: Canada

Keberangkatan saya saat itu sedikit agak berbeda dari sebelumnya. Pertama, ada tiga orang teman dosen yang berangkat bersama. Supaya jelas, yang satu orang adalah dosen UII Yogyakarta, Primanita Setyono, teman satu angkatan yang sudah saya hitung sebelumnya. Ditambah ada 2 (dua) orang yang berasal dari universitas negeri. Bukan. Teman yang dua orang lagi itu bukan teman satu angkatan. Malah angkatannya terhitung diatas saya. Satu orang dari UNS Surakarta, Sri Hartoko dan satu lagi dari UNDIP Semarang, Darsono. Kedua, saat itu rute yang saya lalui berbeda dari yang sebelumnya. Untuk kali itu, rutenya dari Yogyakarta-Denpasar-Narita (Jepang)-LA-Kalamazoo. Itu artinya, tanpa disadari, perjalanan saya keliling dunia, sudah saya mulai lagi, bukan?

Kalau saya pikir, kepergian saya ke Kalamazoo untuk menempuh studi MBA di Western Michigan University itu ada yang cukup mengherankan bagi saya pribadi. “Sejarah” seolah terulang kembali. Saya seperti mengalami dejavu ketika itu. Sudah saya ceritakan pada bagian terdahulu (https://johnsetblog.wordpress.com/2020/04/13/keliling-duni/) bahwa saya sudah pernah “jalan-jalan” ke kota Kalamazoo sebelumnya.

Jadi, di ‘Quarter’ pertama kedatangan saya di winter itu (saya datang sekitar pertengahan Desember 1992), saya harus mengambil kelas bahasa Inggris dan wajib lulus sebagai prasyarat diterimanya saya secara penuh di kelas MBA. 

Saya keterima dengan masa percobaan. Istilahnya, ‘probation’ (prasyarat). Jadi, saya memang diterima di program MBA Western Michigan University. Tetapi dengan masa percobaan atau ‘probation’. Kelak bila prasyaratnya lulus maka barulah saya bisa diterima secara penuh. Apa ‘probation’-nya? Bahasa Inggris. Apalagi? Dari semula, saya sudah merasa kok kalau bahasa Inggris saya masih kurang. Jadi artinya, di Semester pertama, lo kok, Semester? Wong, di Western Michigan menggunakan sistem ‘Quarter’. Oh iya, lupa. Ini merupakan suatu hal yang baru bagi saya. Di Indonesia selama kuliah S1, tahunya hanya sistem semester. Apa itu ‘Quarter’? ‘Quarter’ adalah sistem kuliah yang membagi tahun akademik menjadi empat. Sehingga, dalam satu tahun akademik itu ada empat Quarter (setiap Quarterefektifnya biasanya berjalan sekitar 10 minggu). Bukan hanya dibagi dua seperti kalau semesteran (setiap Semester berjalan efektif sekitar 15 minggu). Pada masing-masing sistem, Summer merupakan ‘Quarter’ atau Semester tambahan dan opsional bagi mahasiswa. 

Di Western Michigan University itu memang menggunakan sistem ‘Quarter’. Sebagaimana musimnya yang juga terdiri dari empat musim dalam setahun (SpringSummerFall, dan Winter), demikian pula nama-nama ‘Quarter’-nya (Spring QuarterSummer QuarterFall Quarter, dan Winter Quarter). Sekolah yang menggunakan sistem Semester, kecuali Winter biasanya mempunyai tiga musim yang lain yang berarti juga menawarkan tiga macam semester. 

Lulus. Saya, akhirnya, bisa lulus dari kelas bahasa Inggris di ‘Quarter’ pertama itu. Lega, rasanya. Itu berarti ‘Quarter’ berikutnya, saya bisa memulai kelas MBA saya. Nah, setiap selesai ‘Quarter’, kami mendapatkan libur, seminggu. Dan, yang penting, setiap libur itu saya bersama-sama teman Indonesia di sekolah yang sama, keliling, pergi jalan-jalan.

Pertama, saya menyewa mobil bersama Iqbal Zainuddin, seorang teman, roomate-nya pak Gugup Kismono. Tujuan kami ke Quebec City, Canada. Iya, Kanada, di utaranya Amerika. Di sebelah utaranya negara bagian Michigan, tempat saya tinggal kan, merupakan batas Amerika dengan Kanada. Jadi, ibaratnya, tinggal “sepelemparan batu”, sudah sampai di Kanada. Saya mempunyai “agenda” sendiri kenapa mau pergi, meski hanya berdua bersama Iqbal. “Agenda” apa?

Saya terobsesi untuk bisa menyetir mobil. Pada waktu winter (musim salju) akhir Desember 1992 itu, mobilnya pak Gugup Kismono yang menjadi korban. Keinginan untuk bisa menyetir yang sudah ada sejak SLTA (semasa SLTA, saya belum bisa menyetir) membuat saya nekat menghidupkan mobilnya pak Gugup yang sedang diparkir di depan apartemennya seorang kenalan (pak Hartono) saat sedang berkunjung. Padahal, ternyata gigi mobil (persneling) dalam kondisi masuk satu. Pak Gugup memang sedang bertamu. Katanya, cuma sebentar saja. Maka, dalam kondisi winter yang begitu bersalju itu, saya memilih untuk menunggu saja di dalam mobil. Saya, orangnya, tidak suka terlalu berbasa-basi.

Eh, kunci kontak kok ya ditinggal. Mungkin karena benar, memang cuma sebentar. Iseng, saya lantas menghidupkan mesin mobil yang sedang dalam kondisi diparkir dan gigi masuk satu itu. Begitu mesin hidup, saya kaget karena mobilnya meloncat dan menabrak gundukan salju di depannya. Tidak keras sih tapi bumper bagian depan mobil ya sedikit penyok. Saya, deg-degan. Untung pak Gugup tidak marah secara langsung. Kalau dalamnya laut sih, siapa yang tahu? Semoga saja tidak. Kalau iya, ya maafkan saya, pak Gugup. 

Saya pikir, saat itu, ikut menyewa mobil merupakan kesempatan bagi saya untuk bisa belajar menyetir mobil sendiri. Kapan lagi? Saya tidak memiliki mobil pribadi yang bisa digunakan untuk belajar menyetir. Pinjam mobil teman, bukan alternatif pilihan karena mobilnya pak Gugup, belum apa-apa saja, sudah saya tabrakkan. Saya pikir, siapa yang akan percaya meminjamkan mobilnya ke saya untuk dipakai belajar menyetir, bukan? Ikut menyewa mobil, dan hanya pergi berdua, adalah satu-satunya kesempatan bagi saya. Jika tidak, tidak akan ada lagi kesempatan bagi saya untuk bisa belajar menyetir mobil. Masalahnya, jika saat itu tidak juga belajar dan akhirnya tidak bisa nyetir, bisa-bisa selamanya saya tidak bisa menyetir mobil. Lagi-lagi, saya nekat.

2 comments

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.